Partisipasi Masyarakat dan Pemerintah dalam Pendidikan: Realita atau Harapan?

2025-09-22 | Aji Hardiansah

Ilustrasi partisipasi masyarakat dalam pendidikan

Pendidikan adalah hak dasar setiap warga negara. Namun dalam praktiknya, pembiayaan dan pengelolaan pendidikan di Indonesia sering menjadi bahan perdebatan. Ada anggapan bahwa pemerintah sudah memberikan dana BOS, bantuan sarana, dan gaji guru. Di sisi lain, masyarakat juga diminta berpartisipasi melalui pajak dan iuran sekolah.

Masyarakat Perlu Sadar Diri dalam Berpartisipasi

Memang benar, sebagai masyarakat kita harus sadar diri. Banyak yang menuntut kualitas pendidikan tinggi, tetapi sebagian masih enggan berkontribusi. Salah satu contohnya adalah masalah pajak. Tidak semua masyarakat membayar pajak dengan tertib, padahal pajak adalah salah satu sumber utama pembiayaan pendidikan.

Masalah lain muncul ketika siswa yang sudah lulus sekolah masih memiliki tunggakan pembayaran, sehingga ijazah mereka tertahan. Akhirnya pemerintah membuat kebijakan agar sekolah tidak menahan ijazah, meskipun pembayaran belum lunas. Kebijakan ini membantu siswa, tetapi di sisi lain memunculkan pertanyaan: apakah ini mendorong kedisiplinan dalam membayar kewajiban?

Contoh Kurangnya Partisipasi dalam Pendidikan

Ada siswa yang semasa sekolah jarang melunasi biaya SPP atau uang bangunan. Setelah lulus, mereka berharap semua masalah selesai begitu saja. Padahal, biaya yang dibebankan kepada siswa biasanya sudah dipertimbangkan sesuai kebutuhan sekolah, mulai dari pembangunan ruang kelas, fasilitas laboratorium, hingga kegiatan ekstrakurikuler.

Jika masyarakat ingin pendidikan berkualitas, partisipasi mereka sangat dibutuhkan. Tidak hanya dengan uang, tetapi juga dengan keterlibatan aktif dalam pengawasan dan dukungan terhadap program sekolah.

Kemana Dana Pendidikan Dialirkan?

Pertanyaan yang sering muncul adalah: ke mana sebenarnya dana yang dibayarkan siswa? Sebagian masyarakat berasumsi bahwa dana tersebut digunakan untuk membayar gaji guru. Namun faktanya, gaji guru biasanya berasal dari anggaran pemerintah, khususnya APBN dan APBD.

Dana BOS dari pemerintah pusat seharusnya digunakan untuk operasional sekolah, seperti pembelian buku, alat peraga, perawatan fasilitas, dan kegiatan pembelajaran. Sementara iuran yang dikumpulkan dari siswa atau orang tua biasanya digunakan untuk keperluan yang tidak tercakup dalam BOS, misalnya pembangunan tambahan ruang kelas atau kegiatan sekolah tertentu.

Sayangnya, transparansi penggunaan dana ini sering kurang jelas di mata masyarakat. Akibatnya, muncul kecurigaan dan ketidakpercayaan yang pada akhirnya menghambat kerja sama antara pihak sekolah dan masyarakat.

Pemerintah Memiliki Tanggung Jawab, Tapi...

Tidak bisa dipungkiri, pemerintah memiliki kewajiban besar untuk membiayai pendidikan, terutama pendidikan dasar. Namun, realitas anggaran menunjukkan bahwa dana pemerintah terbatas dan harus dibagi untuk banyak sektor lain seperti kesehatan, infrastruktur, dan pertahanan.

Oleh karena itu, partisipasi masyarakat menjadi penting. Bahkan di negara maju sekalipun, ada iuran sekolah, sumbangan sukarela, dan peran aktif komunitas dalam membangun fasilitas pendidikan.

Solusi: Kolaborasi dan Transparansi

Agar pendidikan di Indonesia bisa berkembang, dibutuhkan sinergi antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat. Pemerintah perlu memastikan dana BOS dan anggaran pendidikan digunakan dengan transparan dan tepat sasaran. Sekolah wajib memberikan laporan penggunaan dana secara terbuka agar kepercayaan masyarakat terjaga.

Di sisi lain, masyarakat juga perlu menyadari bahwa pendidikan bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Membayar pajak tepat waktu, melunasi kewajiban sekolah, dan ikut serta dalam program pendidikan adalah bentuk nyata dukungan.

  • Masyarakat membayar pajak sebagai sumber dana pendidikan.
  • Sekolah memberikan laporan transparan terkait penggunaan dana.
  • Pemerintah memastikan kebijakan tidak hanya pro-murid, tapi juga menjaga keberlangsungan sekolah.
  • Orang tua terlibat aktif dalam pengawasan dan kegiatan sekolah.

Pendidikan Bukan Gratis, Tapi Harus Terjangkau

Dari dulu, pendidikan di Indonesia jarang benar-benar gratis. Meski ada program wajib belajar 12 tahun dan dana BOS, tetap saja ada biaya yang perlu ditanggung orang tua. Hal ini wajar selama biaya tersebut terjangkau dan penggunaannya jelas.

Jika semua pihak mau berkolaborasi, pendidikan yang berkualitas dan merata bukan lagi sekadar harapan. Namun jika masyarakat hanya menuntut tanpa mau berpartisipasi, dan pemerintah tidak transparan, maka masalah akan terus berulang.

Kesimpulan

Pendidikan yang baik membutuhkan peran semua pihak. Pemerintah memang wajib membiayai sebagian besar kebutuhan pendidikan, tetapi masyarakat juga harus ikut mendukung. Partisipasi ini tidak selalu berbentuk uang, tetapi bisa berupa waktu, tenaga, dan ide.

“Pendidikan bukan hanya soal hak, tetapi juga soal tanggung jawab bersama.”