Banjir tidak selalu terjadi hanya karena hujan deras atau sampah di sungai. Ada tanggung jawab besar dari pemerintah, swasta, dan masyarakat. Selama ini kita sering mendengar nasihat ”jangan buang sampah sembarangan”, seolah-olah banjir karena meluapnya sebuah sungai akibat orang melakukan hal kecil seperti membuang bungkus permen.
Kenyataannya, penyebab banjir jauh lebih kompleks. Ada kebijakan publik, penegakan hukum, hingga aktivitas perusahaan yang ikut berpengaruh. Kalau setiap tahun kita hanya menyalahkan hujan atau masyarakat, siklusnya akan selalu sama: banjir → menyalahkan hujan → masyarakat lupa → terulang lagi tahun depan.
Mengapa Banjir Bisa Terjadi?
Sebelum mencari siapa yang harus bertanggung jawab, kita perlu memahami kenapa banjir bisa terjadi dan bagaimana ekosistem bekerja.
Mengingat Empat Hukum Ekologi
Menurut Barry Commoner, ada empat hukum ekologi yang relevan saat membahas banjir:
1. Everything Is Connected to Everything Else
Banjir tidak bisa dilihat dari satu faktor saja. Hujan deras adalah salah satu penyebabnya, tetapi tata ruang, deforestasi, dan drainase buruk saling memengaruhi.
2. Everything Must Go Somewhere
Air hujan tidak akan menghilang begitu saja. Kalau tanah tidak mampu menyerap air atau alirannya terhambat, air akan mencari jalannya sendiri dan berakhir menggenangi permukiman.
3. Nature Knows Best
Ekosistem punya cara alami untuk mengatur siklus air. Ketika manusia mengubah struktur alam tidak sesuai ritme ekologis, risiko banjir meningkat.
4. There Is No Such Thing as a Free Lunch
Setiap tindakan manusia terhadap lingkungan selalu punya konsekuensi. Dampaknya mungkin baru terasa puluhan tahun kemudian, misalnya banjir karena meluapnya sebuah sungai akibat orang melakukan perubahan pada kawasan resapan.
Siklus Air Alami (Water Cycle)
Siklus air berjalan seperti ini:
1. Presipitasi
Hujan turun ke tanah, sungai, dan laut.
2. Runoff (Aliran Permukaan)
Air yang tidak terserap tanah mengalir menuju sungai.
3. Storage (Penyimpanan)
Air tertampung di sungai, danau, atau meresap jadi air tanah.
4. Evaporasi
Air menguap karena panas matahari.
5. Transpirasi
Pohon melepaskan uap air ke atmosfer.
Kalau semua proses ini berjalan normal, air terserap dengan baik dan banjir tidak terjadi.
Bagaimana Siklus Ini Terganggu?
1. Deforestasi Mengurangi Penyerapan Air
Akar pohon seharusnya menyerap air hujan. Ketika hutan ditebang dan diganti permukiman atau industri, air langsung menjadi runoff dan membuat sungai cepat meluap.
Contoh penggunaan lahan di Kabupaten Bogor (2000–2020):
- Hutan + kebun turun dari 94,32% menjadi 82,51%
- Lahan terbangun naik dari 4,51% menjadi 16,27%
2. Urbanisasi dan Permukaan Kedap Air
Beton, aspal, dan gedung tinggi membuat air tidak bisa meresap. Akibatnya, air hujan langsung mengalir ke sungai dalam jumlah besar.
3. Drainase Buruk
Sungai dan drainase adalah “jalan tol air”. Ketika menyempit atau tersumbat, air tidak bisa mengalir lancar.
4. Sungai yang Makin Dangkal
Deforestasi menyebabkan sedimen turun ke sungai. Ditambah sampah dan limbah, sungai makin dangkal dan mudah meluap.
5. Perubahan Iklim
Perubahan iklim membuat cuaca sulit diprediksi. Udara panas menampung lebih banyak uap air, sehingga hujan turun lebih deras dan lebih lama.
Peran Pemerintah Sangat Besar
Pengelolaan ekosistem membutuhkan kebijakan yang tepat. Sayangnya ada beberapa masalah:
Izin AMDAL yang Longgar
Beberapa proyek berjalan tanpa AMDAL yang benar. Ada juga yang hanya formalitas.
Tata Ruang Tidak Terkontrol
RTRW seharusnya jadi pedoman, tetapi sering menjadi pajangan. Lahan hijau berubah menjadi kawasan industri tanpa pengawasan ketat.
Pengawasan dan Penegakan Hukum Lemah
Banyak proyek melanggar aturan lingkungan namun tetap berjalan karena kurangnya penindakan.
Peran Swasta dan Masyarakat
Swasta
Beberapa perusahaan mencari celah untuk menghemat biaya dan mengurangi investasi pada drainase serta infrastruktur hijau.
Masyarakat
Masyarakat juga perlu sadar dalam menjaga lingkungan. Buang sampah sembarangan, minim penghijauan, dan kurangnya sistem pengelolaan sampah berkontribusi pada banjir.
Kesimpulan
Banjir bukan hanya akibat curah hujan tinggi atau sampah. Penyebabnya lebih kompleks: deforestasi, urbanisasi tanpa perencanaan, tata kelola air buruk, hingga perubahan iklim.
Pemerintah, swasta, dan masyarakat harus bersama-sama bertanggung jawab melalui:
- Kebijakan tata ruang dan izin AMDAL yang ketat
- Pengawasan dan penegakan hukum
- Restorasi hutan dan infrastruktur hijau
- Revitalisasi sungai dan drainase modern
- Adaptasi terhadap perubahan iklim
Banjir bukan sekadar musibah. Ini adalah konsekuensi dari cara kita mengelola lingkungan. Jika tidak ada perubahan, siklusnya akan terus berulang dari tahun ke tahun.