Emangnya uang gak bisa beli kebahagiaan?
Anda pasti pernah dengar berita pejabat atau pengusaha dengan gaji ratusan juta atau miliaran per bulan, mobil mewah, rumah segede istana, rekening udah tebel banget… tapi tetap tertangkap korupsi.
“Rakyat: Gaji udah gede masih maling, dasar serakah, babi!”
Tapi kalau dipikir-pikir, aneh gak sih? Orang-orang yang udah sekaya itu harusnya udah puas kan? Udah bisa beli apa aja, hidup enak, anak-cucu gak bakal susah.
Terus, kenapa masih mau ngambil yang bukan haknya?
Jawabannya ternyata lebih kompleks.
Kalau kita lihat dari sudut pandang ekonomi dan psikologi kebahagiaan, ada faktor-faktor yang bikin orang kaya tetap merasa gak cukup—mulai dari insentif, status sosial, sampai masalah di sistemnya. So, let’s break it down!
HUBUNGAN EKONOMI DAN KEBAHAGIAAN
Ada sebuah riset dari Bruno Frey dan Alois Stutzer, dua ekonom dari University of Basel, yang membahas hubungan antara ekonomi dan kebahagiaan dalam paper mereka berjudul:
“What Can Economists Learn from Happiness Research?”
Intinya, mereka mencoba menjawab pertanyaan: apakah lebih kaya bikin lebih bahagia? Dan kalau iya, sejauh mana?
Penelitian ini menarik karena melihat faktor-faktor ekonomi yang benar-benar ngaruh ke kebahagiaan manusia, bukan cuma teori, tapi berdasarkan data dan studi empiris dari berbagai negara.
Apa saja insight-nya?
YUP, ORANG LEBIH KAYA EMANG CENDERUNG LEBIH BAHAGIA
Paper ini menunjukkan hubungan positif antara pendapatan dan kebahagiaan.
Orang dengan pendapatan lebih tinggi umumnya lebih bahagia dibanding yang lebih miskin, terutama di level pendapatan rendah–menengah.
Kenapa pendapatan lebih tinggi bikin lebih bahagia?
- Bisa memenuhi kebutuhan dasar (makanan, rumah, kesehatan) → stres finansial berkurang.
- Lebih banyak pilihan dan kontrol atas hidup → bisa liburan, beli barang yang diinginkan, akses pendidikan lebih baik.
- Lebih dihargai dalam masyarakat → status sosial meningkat, dihormati orang lain.
TAPI ADA BATASNYA: GAK NAIK SECARA LINIER
Setelah titik tertentu, tambahan uang gak bikin kebahagiaan naik secara signifikan lagi. Ini disebut diminishing marginal utility of income.
Di Jepang (1958–1991):
- GDP per kapita naik 6x lipat.
- Tapi rata-rata happiness masyarakat tetap stagnan di 2.7 (skala 1–4).
Di Amerika Serikat (1946–1991):
- Pendapatan per kapita naik 2.5x lipat dari $11.000 ke $27.000.
- Tapi rata-rata kebahagiaan tetap di 2.2 (skala 1–3).
Kesimpulannya:
- Di level miskin → tambahan uang = kebahagiaan naik banyak.
- Di level kaya → tambahan uang = kebahagiaan naik sedikit banget.
Jadi, orang kaya butuh tambahan income yang jauh lebih besar buat ngerasain kenaikan kebahagiaan yang sama dibanding orang miskin.
Buat menambah tingkat kebahagiaan yang sama, tambahan penghasilan yang diperlukan akan semakin besar. Karena itu, korupsi bisa jadi satu pilihan untuk menaikkan penghasilan dalam jumlah besar secara instan.
ORANG GAK CUMA LIHAT INCOME MEREKA SENDIRI, TAPI JUGA INCOME ORANG LAIN
Kita secara psikologis menilai pencapaian kita berdasarkan standar orang lain (relatif), bukan standar absolut.
Orang lebih bahagia kalau merasa lebih kaya dari orang lain, bukan cuma sekadar kaya.
- Survei di AS & Eropa: orang lebih bahagia kalau pendapatannya lebih tinggi dari lingkungan sosialnya.
- Penelitian di Inggris: kalau income tetangga atau teman kerja naik lebih cepat dari kita, kebahagiaan kita turun.
- Penelitian di Jerman & Swiss: kalau pengangguran tinggi di lingkungan Anda, orang yang masih bekerja cenderung merasa lebih puas.
Korupsi jadi jalan pintas buat ningkatin posisi relatif dia dibanding yang lain.
SAAT INCOME NAIK, STANDAR HIDUP DAN EKSPEKTASI JUGA IKUT NAIK
Kebiasaan manusia untuk terus menaikkan standar hidup bikin mereka gak pernah puas. Apa yang dulu dianggap “wah” sekarang jadi biasa aja → selalu butuh lebih banyak buat ngerasa puas.
Contohnya:
- Gaji naik → senang sebentar → terbiasa → ingin lebih.
- Beli mobil baru → senang → teman beli mobil lebih bagus → merasa kurang.
Orang makin kaya, threshold mereka untuk ngerasain kebahagiaan dari uang makin tinggi. Kalau cara legal gak cukup cepat, korupsi kadang jadi jalan pintas.
KORUPSI PADA ORANG KAYA: BUKAN LAGI SOAL DUIT
Korupsi di kalangan orang kaya seringkali bukan soal butuh uang untuk hidup, tapi lebih ke psikologi keserakahan dan sistem yang memungkinkan hal itu terjadi.
- Mereka butuh uang lebih banyak untuk merasakan kebahagiaan yang sama.
- Mereka ingin lebih kaya dari orang lain, bukan sekadar kaya.
- Mereka selalu butuh validasi buat merasa puas.
Dan korupsi jadi jalan pintas buat mendapatkan kekayaan dalam skala besar secara instan.
Ditambah lagi, sistem dan penegakan hukum yang lemah memudahkan mereka mengeksploitasi tanpa takut konsekuensi besar.
KESIMPULAN
Korupsi seringkali bukan cuma soal kebutuhan uang, tapi soal:
- Status
- Ekspektasi yang gak ada habisnya
- Persaingan sosial
- Kesempatan untuk mengeksploitasi sistem
Dan selama sistemnya lemah serta standar kebahagiaan manusia terus naik, korupsi akan selalu menggoda—bahkan bagi mereka yang sudah punya segalanya.