Perundungan atau bullying adalah tindakan agresif yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang terhadap individu lain secara berulang-ulang, dengan tujuan untuk menyakiti, menakuti, atau merendahkan korban. Perundungan bisa berbentuk fisik, verbal, psikologis, hingga cyberbullying (perundungan melalui media digital). Di Indonesia, bullying sering terjadi di sekolah, lingkungan kerja, hingga media sosial. Meski kerap dianggap sepele, dampaknya bisa sangat serius, mulai dari gangguan mental hingga bunuh diri.
Bentuk-Bentuk Perundungan
- Fisik: Memukul, menendang, mendorong.
- Verbal: Menghina, mengejek, mengancam.
- Sosial: Mengasingkan, menyebarkan rumor.
- Siber (Cyberbullying): Menghina atau mengintimidasi lewat media sosial, pesan teks, atau internet.
Landasan Hukum Perundungan di Indonesia
Walaupun istilah “bullying” belum secara eksplisit disebutkan dalam undang-undang, namun perbuatan ini dapat dijerat melalui beberapa pasal dan peraturan perundang-undangan, antara lain:
-
Undang-Undang Perlindungan Anak (UU No. 35 Tahun 2014)
Pasal 76C: “Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.”
Sanksi pidana: Maksimal 3 tahun 6 bulan penjara dan/atau denda paling banyak Rp72 juta. -
KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
Pasal 335 KUHP: Mengatur tentang perbuatan tidak menyenangkan.
Pasal 310 dan 311: Mengatur tentang penghinaan dan fitnah.
Pasal 351: Kekerasan fisik atau penganiayaan. -
UU ITE (UU No. 11 Tahun 2008 jo. UU No. 19 Tahun 2016)
Pasal 27 ayat (3): Melarang distribusi informasi elektronik yang bermuatan penghinaan atau pencemaran nama baik.
Apa yang Bisa Dilakukan Korban Bullying?
- Laporkan kepada pihak berwenang: Guru, kepala sekolah, HRD kantor, atau polisi.
- Kumpulkan bukti: Tangkapan layar, rekaman suara, atau saksi yang dapat mendukung laporan.
- Konsultasi hukum: Jika kasus serius, mintalah bantuan dari pengacara atau Lembaga Bantuan Hukum (LBH).
- Dukungan psikologis: Jangan ragu untuk meminta bantuan psikolog atau konselor.
Pentingnya Edukasi dan Pencegahan
Hukum memang penting, tapi pencegahan dan edukasi sejak dini jauh lebih efektif dalam menekan angka perundungan. Sekolah dan keluarga memiliki peran besar dalam membentuk karakter yang empatik, toleran, dan menghargai sesama.
Terutama apalagi peran keluarga sangat penting dan lingkungan sekolah. Tapi semua itu harus diajarkan dari sejak dini. Kadang dari pihak keluarga seolah anak itu merasa tertekan dengan keinginan keluarga dan kesibukan keluarga, tidak mau mendengar keinginan si anak. Tapi kadang terlalu menuruti anak juga bisa membuatnya semaunya sendiri dan akhirnya menjadi manja.
Jadi, buatlah anak seperti teman, supaya ada teman curhat ke depannya dan jangan jadi sok asik sendiri atau mengikuti keinginan sendiri. Tidak ada anak yang durhaka kecuali orang tua menyerah. Malin Kundang contohnya, orang tua menyerah karena sudah habis kesabarannya. Tapi sebagai anak juga harus mikir, tetap jaga sopan santun terhadap orang tua — walaupun susah dilakukan juga sih.
Kesimpulan
Bullying bukan sekadar masalah remaja atau anak-anak. Ini adalah pelanggaran hak asasi manusia yang bisa menimpa siapa saja. Negara melalui hukum yang ada sudah menyediakan perlindungan, namun masyarakat juga harus peduli dan berani bertindak — jangan terlalu mengandalkan orang lain.
Jika kamu atau orang di sekitarmu mengalami perundungan, jangan diam. Lawan dengan cara yang bijak tetapi dalam ranah legal, dan terorganisir dengan baik. Diam lebih baik dan kabur terus? Jangan! Jangan takut untuk jadi “cepu” karena kamu masih tidak enakan ke orang lain — sudah teman kamu, tapi tali apalagi nyaman di leher, tali itu.
“Diam terhadap perundungan adalah bentuk dukungan terhadap pelaku. Lawan dengan empati, hukum, dan kesadaran.”