CEO Dan Price Potong Gajinya Sendiri Demi Kesejahteraan Karyawan – Kisah Kontroversial dan Dampaknya

2025-12-08 13:56:10 | Aji Hardiansyah

CEO Dan Price potong gajinya sendiri demi kesejahteraan karyawan

Kisah tentang CEO Dan Price potong gajinya sendiri demi kesejahteraan karyawan menjadi salah satu cerita bisnis paling viral dalam satu dekade terakhir. Pada tahun 2015, keputusan ekstrem ini membuat dunia bisnis heboh. Ia mengubah struktur gaji perusahaannya secara radikal, dan dampaknya menarik perhatian internasional.

Keputusan Berani yang Mengubah Segalanya

Pada tahun 2015, Dan Price—CEO Gravity Payments—mengumumkan langkah dramatis: ia menaikkan gaji minimum 120 karyawannya menjadi USD 70.000 per tahun, atau sekitar Rp1 miliar di kurs saat itu. Angka itu melonjak sekitar 45% dari rata-rata gaji karyawan sebelumnya.

Untuk mewujudkan kebijakan tersebut, Price melakukan sesuatu yang dianggap mustahil oleh banyak eksekutif perusahaan: ia memangkas gajinya sendiri dari USD 1,1 juta menjadi USD 70.000 per tahun. Pemotongan ini mencapai penurunan hingga 93%. Menurut Price, tidak ada orang yang bisa bekerja dengan tenang jika harus terus khawatir soal tagihan, sewa rumah, atau kebutuhan dasar lainnya.

Keputusan ini memicu reaksi global. Publik kagum pada keberaniannya menempatkan kesejahteraan karyawan sebagai prioritas utama, terutama di tengah iklim bisnis yang biasanya menekan biaya tenaga kerja demi profit.

Dampak Nyata Setelah Kebijakan Diterapkan

Beberapa tahun setelah kebijakan gaji minimum USD 70.000 itu berjalan, hasilnya mengejutkan banyak pihak. Data internal perusahaan menunjukkan perkembangan signifikan:

  • Pendapatan perusahaan naik lebih dari 200%.
  • Jumlah karyawan yang mampu membeli rumah meningkat hingga 10 kali lipat.
  • Jumlah karyawan bertambah dua kali lipat seiring ekspansi dan daya tarik perusahaan.
  • Sekitar 70% karyawan mengaku lebih bahagia, lebih produktif, dan lebih stabil secara finansial.

Keputusan Price dianggap sebagai bukti bahwa meningkatkan kesejahteraan karyawan bukanlah beban bisnis, melainkan investasi jangka panjang. Model ini bahkan sempat dijadikan referensi dalam diskusi tentang kenaikan upah minimum di Amerika Serikat.

Kisah yang Tak Berhenti di Keberhasilan

Di masa kejayaannya, Price dipuji habis-habisan. Liputan media, wawancara internasional, dan popularitas di media sosial membuatnya menjadi simbol CEO progresif yang menempatkan manusia di atas keuntungan. Namun, popularitas itu juga membawa cerita lain yang lebih rumit.

Beberapa tahun setelah ia viral, Dan Price menghadapi sejumlah tuduhan yang menjadi perhatian publik. Perlu digarisbawahi bahwa laporan-laporan tersebut adalah tuduhan, bukan vonis, dan sebagian telah dibatalkan atau ditinjau ulang oleh pihak berwenang.

Kontroversi dan Tuduhan yang Muncul

Pada tahun 2021, Price menghadapi tuduhan terkait kekerasan dan perilaku tidak pantas. Tuduhan tersebut mencakup klaim kekerasan fisik dan berkendara berbahaya. Namun, pada tahun 2023, jaksa membatalkan tuntutan karena keterangan dianggap tidak konsisten dengan bukti yang ditemukan.

Di tahun 2024, muncul tuduhan baru terkait pelanggaran berat. Kasus ini kembali menjadi sorotan media internasional. Kemudian, pada Mei 2025, jaksa meninjau ulang seluruh bukti dan menemukan materi baru yang membuat proses hukum kembali dikaji. Hingga saat ini, proses hukum dan penyidikan masih menjadi ranah aparat penegak hukum, dan belum ada keputusan final.

Sebagai langkah menjaga fokus perusahaan, Dan Price memutuskan untuk mengundurkan diri pada tahun 2022. Ia menyampaikan bahwa kehadirannya justru menjadi distraksi di tengah isu yang berkembang.

Peran Baru setelah Meninggalkan Posisi CEO

Setelah mundur, Price tidak sepenuhnya meninggalkan dunia bisnis. Ia kini berperan sebagai penasihat perusahaan dan membantu CEO penerus dalam menyusun strategi bisnis. Peran ini membuatnya tetap terlibat tanpa harus berada di pusat perhatian.

Perbedaan Persepsi Publik

Kisah Dan Price menimbulkan dua sudut pandang yang kontras:

  • Di satu sisi, ada yang melihatnya sebagai sosok yang memiliki perilaku buruk dan memanfaatkan popularitas untuk hal-hal negatif.
  • Di sisi lain, pendukungnya meyakini bahwa sebagian tuduhan itu adalah bentuk upaya pencemaran nama baik akibat sikapnya yang keras dalam mengampanyekan nilai keadilan dan kesejahteraan karyawan.

Keduanya adalah opini publik, bukan kesimpulan hukum. Karena proses hukum masih berjalan, yang bisa dilakukan masyarakat adalah menunggu hasil penyelidikan resmi.

Pelajaran dari Kisah Ini

1. Kesejahteraan karyawan bukan beban, tetapi investasi

Kebijakan Price menunjukkan bahwa meningkatkan gaji minimum bisa meningkatkan performa perusahaan secara signifikan.

2. Popularitas membawa tekanan tersendiri

Ketika seseorang menjadi sorotan publik, segala aspek hidupnya—baik dan buruk—akan diperiksa dengan ketat.

3. Proses hukum harus dihargai

Tuduhan bukan vonis. Semua pihak berhak mendapat proses hukum yang adil dan tidak disimpulkan sebelum waktunya.

Kesimpulan

Kisah CEO Dan Price potong gajinya sendiri demi kesejahteraan karyawan adalah cerita kompleks tentang keberanian, idealisme, dampak bisnis positif, serta tantangan besar yang muncul dari kontroversi pribadi. Terlepas dari pro dan kontra, keputusan Price pada tahun 2015 tetap menjadi salah satu eksperimen sosial dan bisnis yang paling menarik dalam sejarah perusahaan modern.

Kisah ini mengingatkan kita bahwa dunia bisnis bukan hanya soal angka, tetapi juga tentang manusia, nilai, dan konsekuensi atas keputusan besar.