Kita terlalu sibuk mengejar nilai, ranking, dan hafalan, hingga melupakan esensi paling mendasar dari sekolah. Ki Hajar Dewantara sudah mengungkap rahasia ini puluhan tahun lalu. Ia menolak sistem pendidikan kolonial yang hanya mencetak robot-robot patuh. Ironisnya, sistem yang beliau lawan itu justru masih menjadi arus utama pendidikan Indonesia sampai hari ini.
Masalah Utama: Bukan Murid yang Malas, tetapi Sistem yang Mematikan
Konflik utama yang ditemukan Ki Hajar Dewantara bukan terletak pada murid yang malas, tetapi pada sistem yang mematikan kreativitas dan kemerdekaan anak. Sistem kolonial Belanda mendidik dengan paksaan, hukuman, dan uniformitas. Sekolah berubah menjadi penjara kecil yang membunuh kodrat alami setiap anak.
Revolusi Pemikiran Ki Hajar Dewantara
Di sinilah revolusi pemikiran Ki Hajar dimulai. Ia tidak hanya memikirkan bagaimana anak bisa pintar, tetapi bagaimana mereka tumbuh merdeka sebagai manusia. Pendidikan bukan soal mengisi gelas, tetapi menyalakan api kehidupan dalam diri anak.
Trilogi Pendidikan Ki Hajar Dewantara
Perubahan radikal yang beliau usung dirangkum dalam Trilogi Pendidikan yang mendalam. Ini bukan sekadar slogan, tetapi filosofi hubungan manusiawi antara guru dan murid:
- Ing Ngarso Sung Tuladha – di depan memberi teladan.
- Ing Madya Mangun Karsa – di tengah membangun kemauan.
- Tut Wuri Handayani – di belakang memberi dorongan.
Dalam konsep ini, posisi guru tidak lagi menjadi diktator di depan kelas. Guru berubah menjadi fasilitator, motivator, dan pelindung yang merangkul murid dari belakang.
Inti Falsafah: Sistem Among
Inilah inti falsafah Ki Hajar Dewantara: sistem Among. Pendidikan adalah proses budaya. Tugas guru diibaratkan seperti petani—bukan menarik paksa tunas agar cepat tinggi, tetapi menyediakan tanah subur, air, dan cahaya agar kodrat alamiahnya tumbuh optimal.
Anak sebagai Subjek, Bukan Objek
Anak adalah subjek yang memiliki kodrat (kekuatan batin) dan kualitas (bakat). Sekolah harus menjadi taman—Tamansiswa—yang memerdekakan kekuatan itu. Bukan pabrik yang menyeragamkannya. Konsep ini melawan logika industri pendidikan modern yang cenderung seragam dan kaku.
Apa Makna Merdeka dalam Pendidikan Ki Hajar?
Merdeka bukan berarti bebas sebebas-bebasnya. Merdeka berarti anak mampu mengatur dirinya sendiri—berdiri di atas kaki sendiri—sebagai manusia yang beradab dan bermartabat.
Tujuan Akhir Pendidikan: Kemandirian Lahir dan Batin
Kemandirian lahir dan batin adalah tujuan akhir pendidikan. Pendidikan harus menuntun anak untuk menemukan dan menguasai dirinya sendiri, sehingga bisa hidup selaras dengan masyarakat dan alam semesta. Inilah bekal terbesar untuk menghadapi dunia yang terus berubah.
Pertanyaan Penting untuk Kita Semua
Pertanyaannya sekarang: sudahkah ruang kelas kita menjadi taman yang merdeka? Atau masih menjadi penjara halus yang mengekang kodrat anak?
Mari kita renungkan kembali filosofi pendiri pendidikan nasional kita. Bagaimana kita, sebagai orang tua, guru, atau masyarakat, bisa mulai menerapkan semangat Merdeka Belajar ini, sekecil apa pun, dalam lingkungan kita?