Di tengah melonjaknya pajak di berbagai kota dan meningkatnya jumlah pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja (PHK), publik kembali digemparkan oleh pernyataan blak-blakan Anggota Komisi I DPR, TB Hasanuddin. Ia mengungkapkan bahwa gaji bersih atau take home pay anggota DPR saat ini bisa mencapai lebih dari Rp100 juta per bulan.
Menurut Hasanuddin, kenaikan ini terjadi karena fasilitas rumah dinas yang sebelumnya diberikan kepada anggota DPR kini
diganti dengan tunjangan uang tunai sekitar Rp50 juta.
Kan, tidak dapat rumah. Dapat rumah itu tambah Rp50 juta. Jadi take home pay itu lebih dari Rp100 [juta],
so what gitu loh
, ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/8).
Ia menyampaikan hal ini untuk merespons pernyataan Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar, Zulfikar Arse Sadikin, yang sebelumnya mengatakan bahwa politikus sulit mendapatkan uang halal. Hasanuddin justru menilai jumlah tersebut sudah lebih dari cukup, bahkan jika dibagi rata, setiap anggota DPR bisa mendapat sekitar Rp3 juta per hari.
Reaksi Publik dan Perbandingan dengan Profesi Guru dan Dosen
Ungkapan ini memicu reaksi keras di masyarakat. Banyak yang membandingkan gaji fantastis anggota DPR dengan nasib guru dan dosen di Indonesia yang dinilai jauh dari kata sejahtera. Menteri Keuangan, Sri Mulyani, bahkan pernah menyinggung bahwa pendapatan guru dan dosen di beberapa daerah sangat memprihatinkan, sehingga membutuhkan partisipasi masyarakat untuk membantu.
Kontrasnya, ketika gaji DPR dinaikkan, tidak ada wacana partisipasi publik — sebuah perbedaan perlakuan yang dinilai ironis. Kritik juga diarahkan pada prioritas kebijakan negara, yang seharusnya menempatkan pendidikan sebagai fondasi pembangunan nasional, bukan menaikkan gaji pejabat legislatif.
Potensi Dampak dan Pertanyaan Besar
- Apakah kenaikan gaji DPR diiringi peningkatan kinerja legislatif untuk rakyat?
- Bagaimana kebijakan ini mempengaruhi kepercayaan publik terhadap lembaga DPR?
- Mengapa pendidikan tidak mendapatkan porsi perhatian dan anggaran yang sama?
Sejumlah pihak menilai bahwa fenomena ini menunjukkan jarak antara elit politik dan realitas rakyat. Ketika keresahan masyarakat disampaikan ke atas, prosesnya sering terhenti di tingkat menengah dan hanya sebagian kecil yang benar-benar diakomodasi.
Perbandingan Internasional
Di negara-negara maju, gaji guru setara atau bahkan lebih besar dari profesi-profesi birokrasi tertentu. Hal ini terbukti mampu meningkatkan motivasi pengajar, kualitas pendidikan, dan secara jangka panjang, meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sayangnya, di Indonesia, profesi guru masih sering dianggap kurang prestisius — bukan karena pekerjaannya, tetapi karena rendahnya penghargaan finansial dari pemerintah.
Tanggapan Masyarakat
“Giliran gaji guru dan dosen, masyarakat diminta ikut membantu. Giliran DPR naik gaji, publik tidak diajak bicara.”
Pandangan ini mencerminkan rasa ketidakadilan yang dirasakan banyak warga. Sebagian menilai kenaikan gaji DPR tidak relevan dengan kondisi ekonomi saat ini, terutama di tengah lonjakan harga, pajak, dan meningkatnya angka pengangguran.
Solusi yang Diharapkan
- Memprioritaskan anggaran untuk pendidikan sebelum menaikkan gaji pejabat.
- Transparansi dalam perhitungan dan alasan kenaikan gaji DPR.
- Evaluasi kinerja legislatif sebagai syarat pemberian tunjangan.
- Mendorong partisipasi publik dalam kebijakan penganggaran.
Pemerintah perlu memikirkan kembali strategi pembangunan yang berkelanjutan. Mengabaikan kesejahteraan guru dan dosen sama saja melemahkan fondasi negara, karena kualitas generasi muda ditentukan oleh pendidikan yang mereka terima.
Kesimpulan
Kenaikan gaji DPR hingga lebih dari Rp100 juta per bulan di tengah kondisi ekonomi sulit adalah isu yang pantas diperdebatkan. Tidak ada yang menolak pejabat dibayar layak, tetapi kesejahteraan profesi vital seperti guru dan dosen juga harus menjadi prioritas utama.
Pendidikan adalah investasi jangka panjang bangsa. Jika pemerintah serius ingin mewujudkan Indonesia Emas 2045, maka penghargaan finansial terhadap para pendidik harus setara, bahkan lebih diutamakan daripada gaji pejabat.
“Negara yang hebat adalah negara yang menghargai pendidiknya setara atau lebih tinggi daripada pejabat politiknya.”