Apa Itu Anarkis dan Contohnya – Penjelasan Lengkap Tanpa Stigma

2025-12-06 14:36:39 | Aji Hardiansyah

ilustrasi anarkisme tanpa negara

Emang bisa hidup tanpa negara?

Selama ini kata anarkis sering dipakai buat nyamain dengan rusuh, bentrok, atau vandalisme. Tiap kali ada mobil kebakar, kaca toko pecah, atau massa ngamuk, langsung dilabeli aksi anarkis. Karena stigma itu, buku dan pemikiran anarkis sering dilarang, bahkan dijadiin barang bukti setiap kali ada kerusuhan.

Padahal kalau ditelusuri, arti anarki itu beda jauh dari image yang ditempelin negara dan media. Bukan soal ngacak-ngacak kota, tapi tentang gimana manusia bisa hidup tanpa penguasa.

Nah, di sini kita bakal ngupas tuntas: sebenarnya anarki itu apa sih? Apakah benar cuma soal rusuh atau justru ada visi sosial yang lebih dalam? Yuk gasssss.

Apa Sih Itu Anarki?

Kata anarki asalnya dari bahasa Yunani: an = tanpa + archos = pemimpin atau penguasa. Secara sederhana, anarkisme adalah gagasan tentang kondisi masyarakat tanpa figur pemimpin, tanpa hierarki kewenangan vertikal, dan tanpa bentuk otoritas apa pun termasuk sistem pemerintahan.

Wah, kalau tanpa pemimpin berarti pasti akan terjadi kekacauan dong? Tunggu dulu, jangan langsung ambil kesimpulan.

Terlepas dari gimana kondisi setelahnya, definisi anarki berhenti sampai pada: kondisi masyarakat tanpa pemimpin dan tanpa hierarki kewenangan vertikal.

Vandalisme = Tindakan Merusak

Aksi perusakan dan kekerasan lebih tepat disebut tindakan vandalisme, bukan anarkisme.

Istilah ini muncul dari sejarah Eropa abad ke-18. Waktu Revolusi Prancis, para intelektual pakai kata vandalisme buat nyebut perusakan karya seni dan bangunan bersejarah.

Kata ini diambil dari nama suku Vandal, bangsa Jermanik yang pernah menjarah Roma di abad ke-5. Dari situ muncul reputasi mereka sebagai bangsa barbar yang suka ngerusak.

- Vandalisme = tindakan merusak
- Anarkisme = visi tentang cara masyarakat hidup bareng tanpa pemimpin atau penguasa.

Wait, Emang Kita Bisa Hidup Bareng Tanpa Negara?

Sebelum menjawab ini, coba mundur jauh ke belakang. Mayoritas sejarah manusia justru dijalani dalam kondisi tanpa negara.

  • Homo sapiens sudah eksis ±300.000 tahun
  • Lebih dari 90%-nya kita hidup sebagai hunter-gatherers (pemburu-pengumpul)
  • Negara baru muncul sekitar 5.000–6.000 tahun terakhir

Jadi sebagian besar sejarah manusia dijalani dalam masyarakat egaliter, tanpa negara dan tanpa hierarki formal.

Negara muncul setelah revolusi pertanian ±10.000 tahun lalu. Surplus pangan bikin muncul kelas sosial, pajak, dan tentara tetap. Populasi makin padat, aturan makin kompleks, akhirnya lahirlah birokrasi dan raja.

Yuk, Itu Kan Dulu. Kalau Sekarang Gimana?

Di era sekarang, masyarakat anarkis masih ada. Hidup tanpa negara bukan cuma teori, tapi praktik yang bisa kita lihat.

Gagasan politik ini bisa terjadi karena:

1. Dorongan aktif dari sebuah masyarakat

Muncul dari kesadaran politik modern, biasanya lewat gerakan sosial yang mengusung anarkisme atau praktik mirip anarkisme.

2. Terbentuk secara natural

Terjadi di masyarakat adat, komunitas, atau suku pedalaman yang sejak lama hidup tanpa integrasi penuh ke negara dan memilih hidup dengan aturan adat sendiri.

Banyak masyarakat tanpa negara bisa hidup stabil dan relatif damai lewat solidaritas, adat, dan mekanisme sosial mereka sendiri.

Contoh: Masyarakat Inuit

Masyarakat Inuit (sering disebut “Eskimo”) hidup di lingkungan Arktik yang keras. Dalam kondisi kayak gini, mereka gak pernah punya raja, kepala suku permanen, atau hierarki vertikal.

  • Orang yang dihormati biasanya karena kemampuan tertentu: jago berburu, punya pengetahuan cuaca, atau pintar mendongeng.
  • Posisi ini situasional—begitu konteksnya selesai, statusnya hilang.

Keputusan penting diambil lewat diskusi dan persetujuan bersama. Semua orang punya suara, gak ada figur yang bisa maksa.

Karena gak ada aparat, mereka pakai mekanisme sosial buat menjaga harmoni, seperti ejekan, gosip, dan pengucilan.

Hasil buruan dibagi rata ke komunitas. Solidaritas bukan cuma nilai moral, tapi mekanisme bertahan hidup.

Kalau Anarki Sering Dicap Rusuh, Negara Juga Bisa Rusuh

Tentu gak semua masyarakat tanpa negara selalu damai. Ada juga konflik seperti perang suku atau perebutan sumber daya.

Tapi negara modern pun bisa melakukan kekerasan yang jauh lebih terorganisir dan brutal. Dari perang dunia sampai genosida.

  • Perang Dunia I dan II → dipimpin negara modern dengan birokrasi, tentara, dan teknologi industri.
  • Kolonialisme → kekerasan terorganisir untuk eksploitasi tanah dan manusia.
  • Genosida dan pembantaian massal → misalnya peristiwa 1965–66 di Indonesia.

Kalau ukuran yang dipakai cuma “stabilitas,” negara seperti Korea Utara bisa dianggap sukses. Tapi stabilitas itu dibayar dengan represi brutal dan hilangnya kebebasan.

Beban Pembuktian Ada di Negara

“The core of the anarchist tradition, as I understand it, is that power is never legitimate unless it proves itself to be legitimate. So the burden of proof is always on those who claim that some authoritarian hierarchic relation is legitimate. If they can’t prove it, then it should be dismantled.”
— Noam Chomsky, On Anarchism

Menurut Chomsky, semua bentuk kekuasaan atau otoritas tidak otomatis benar hanya karena sudah ada. Kalau ada pihak yang mengaku berhak memimpin atau mengatur orang lain, beban pembuktian ada pada mereka. Kalau gagal membuktikan legitimasinya, kekuasaan itu layak dipertanyakan.

Contoh sederhana:

“Oi, masyarakat adat, tanah kalian digusur ya buat tambang. Demi pembangunan nasional!”

Jawaban masyarakat adat:

“Pembangunan buat siapa? Hak apa yang bikin negara bisa gusur kami? Kami udah hidup di sini jauh sebelum negara ini ada.”

Kesimpulan

Seperti komunisme, anarkisme sering diperlakukan seperti hantu: ditakuti, distigma, tapi jarang benar-benar dipelajari gagasannya.

Pertanyaannya sekarang bukan cuma “bisakah kita hidup tanpa negara?” tetapi: “Apakah negara yang kita jalani sekarang benar-benar bikin kita hidup lebih adil, bebas, dan manusiawi?”