Sistem Pendidikan Harus Dibenahi Dulu
Anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana, khawatir keputusan Presiden Prabowo Subianto yang ingin bahasa Portugis masuk dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, justru membebani siswa.
"Kalaupun dipelajari di sekolah, apalagi wajib, malah jadi beban siswa begitu pula pendidik karena pasti perlu pengajar bahasa Portugis," ujarnya dalam keterangannya, Sabtu (25/10/2025).
Menurut Bonie, pembelajaran bahasa Portugis tidak akan membebani siswa jika bersifat sebagai ekstrakurikuler atau pelajaran tambahan.
Diberitakan, Presiden Prabowo memutuskan menjadikan bahasa Portugis sebagai mata pelajaran di sekolah Indonesia. Dalam pidatonya di depan Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva, Prabowo meminta bahasa Portugis diajarkan di sekolah agar hubungan Indonesia dan Brasil menjadi lebih baik.
Bahasa Portugis dan Beban Sistem Pendidikan
Namun yang jadi pertanyaan sekarang adalah apakah bahasa Portugis ini benar-benar akan berpengaruh terhadap kompetensi siswa-siswi Indonesia? Dan apakah bahasa ini akan digunakan dalam kehidupan sehari-hari setelah mereka lulus sekolah?
Jangankan bahasa Portugis, bahasa Inggris saja yang sudah umum pun masih jarang digunakan. Banyak siswa yang mendapatkan nilai bagus di pelajaran bahasa Inggris, tetapi kemampuan pemahamannya sangat kurang, bahkan tidak dipakai sama sekali dalam kehidupan sehari-hari.
Karena itu, sebelum menambah bahasa asing baru, sebaiknya pemerintah memperhatikan dulu sistem pendidikan yang ada. Banyak siswa-siswi yang setelah lulus sekolah tidak memiliki kompetensi yang relevan dengan jurusan yang mereka tempuh. Berdasarkan data, hanya sekitar 13% masyarakat Indonesia yang bekerja sesuai dengan bidang pendidikannya, sedangkan sekitar 82% sisanya tidak sesuai, baik itu lulusan universitas negeri maupun sekolah menengah kejuruan (SMK).
Perbaiki Dulu Sistem Sebelum Tambah Bahasa Asing
Jadi jangan terlalu jauh dulu bicara soal bahasa Portugis. Memang bagus kalau di sekolah ada bahasa asing agar siswa bisa beradaptasi dengan dunia global. Tapi sistem pendidikannya harus diperbaiki dulu. Contoh kecilnya saja, banyak siswa yang gagal dalam ujian kompetensi atau ujian nasional, namun sistem sekolah tetap meluluskan mereka.
Ini menunjukkan bahwa yang perlu diperhatikan bukan hanya jumlah pelajaran, tapi kualitas pembelajaran dan evaluasinya.
Belajar Mandiri di Era Digital
Di zaman teknologi sekarang, banyak orang bisa belajar bahasa asing secara otodidak tanpa melalui pendidikan formal. Pengetahuan sudah sangat mudah diakses lewat internet. Namun semua kembali pada kemauan diri sendiri untuk belajar.
Pendidikan formal seharusnya tidak hanya mengejar hal-hal yang terlihat keren seperti menambah bahasa asing, tapi harus memastikan sistem dan hasilnya relevan dengan kondisi pendidikan dan kebutuhan dunia kerja di Indonesia.
Hubungan Pendidikan dan Dunia Kerja
Karena itu, penting bagi pemerintah untuk memperhatikan kembali relevansi pendidikan dengan dunia kerja. Saat ini, banyak lulusan perguruan tinggi yang masih kesulitan mencari pekerjaan, sementara perusahaan justru terus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Di sisi lain, pemerintah membuat program magang bagi lulusan sarjana, yang seolah menggambarkan bahwa lulusan kita belum benar-benar siap kerja.
Padahal seharusnya, lulusan sarjana yang telah menempuh pendidikan formal selama empat tahun sudah siap untuk bekerja. Program magang tidak seharusnya hanya difokuskan untuk lulusan sarjana yang sudah lulus satu tahun, tapi juga perlu memprioritaskan lulusan SMK atau SMA agar mereka memiliki kesempatan yang sama dalam pelatihan kerja.
Kesimpulan
Jadi, sebelum menambah pelajaran baru seperti bahasa Portugis, pemerintah sebaiknya memastikan dulu bahwa sistem pendidikan di Indonesia benar-benar kuat, relevan, dan berkeadilan bagi seluruh siswa.
Jangan sampai kebijakan baru hanya menjadi beban tambahan bagi siswa, sementara akar masalah pendidikan belum tersentuh sama sekali.