Indonesia Salah Satu Negara Paling Rawan Bencana Alam, Tapi Kenapa Kita Seolah Tidak Pernah Siap?

2025-11-27 14:41:42 | Aji Hardiansyah

Indonesia sebagai negara rawan bencana alam

Indonesia termasuk salah satu negara dengan risiko bencana paling tinggi di dunia. Kita berada tepat di atas Cincin Api Pasifik, titik pertemuan tiga lempeng tektonik aktif yang membuat kita sangat rentan terhadap gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung berapi. Ditambah lagi curah hujan yang tinggi, deforestasi, serta urbanisasi yang tidak terkontrol, membuat kita langganan banjir dan longsor.

Bencana seharusnya bukan kejutan bagi Indonesia. Namun setiap kali terjadi, reaksinya selalu sama: panik, kaget, penuh drama, pejabat turun lokasi, bagi mie instan, video haru, janji-janji sementara, lalu hilang begitu saja sampai bencana berikutnya datang.

Bencana Itu Bukan Sekadar Kejadian Alam

Dalam ilmu kebencanaan, ada rumus untuk menghitung risiko suatu kejadian alam berubah menjadi bencana:

Risk = Hazard × Exposure × Vulnerability

1. Hazard (Bahaya)

Ini adalah kejadian alamnya: gempa, banjir, longsor, tsunami, gunung meletus, badai, dan sebagainya. Kita tidak bisa mencegahnya, tapi bisa memprediksi dan mengurangi dampaknya.

2. Exposure (Paparan)

Yaitu seberapa banyak manusia dan aset berada di jalur bencana. Semakin banyak pemukiman di zona merah, semakin besar kerugiannya.

3. Vulnerability (Kerentanan)

Seberapa siap manusia menghadapi hazard tersebut? Infrastruktur tahan bencana, sistem peringatan dini, dan edukasi mitigasi menentukan tingkat kerugian.

Hazard: Alam Berjalan Seperti Biasanya

Gempa, letusan gunung, tsunami, dan badai sudah terjadi ribuan tahun sebelum manusia ada. Alam bekerja sesuai mekanismenya:

  • Gunung meletus karena tekanan magma.
  • Longsor gletser karena es mencair.
  • Gempa karena pergeseran lempeng.

Exposure: Kalau Tidak Ada Manusia, Itu Bukan Bencana

Gunung meletus di pulau tak berpenghuni bukan bencana, hanya proses alam biasa. Tapi kalau terjadi di dekat kota besar dengan jutaan penduduk, barulah disebut bencana.

Vulnerability: Ketika Bahaya Bertemu Ketidaksiapan

Perbandingan ekstrem:

  • Haiti (2010): Gempa 7,0 SR — 230.000 meninggal.
  • Jepang (2011): Gempa 9,1 SR + tsunami — 19.000 meninggal.

Gempa Jepang 130x lebih kuat, tapi korban jauh lebih sedikit karena mereka siap. Indonesia? Kita masih jauh dari level itu.

Bencana Bisa Dikurangi, Asal Kita Mau

Untuk benar-benar mengurangi risiko bencana, ketiga faktor risiko harus diperbaiki.

1. Mengurangi Hazard

  • Sistem peringatan dini lebih akurat dan cepat.
  • Data dan riset ilmiah digunakan dalam kebijakan.

2. Mengurangi Exposure

  • Tata ruang dan zonasi yang tegas.
  • Tidak membangun perumahan di zona merah.
  • Relokasi daerah yang jelas berbahaya.
  • Desain kota yang lebih hijau dan tahan bencana.

3. Mengurangi Vulnerability

  • Membangun infrastruktur tahan gempa dan banjir.
  • Simulasi bencana rutin di sekolah dan kantor.
  • Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama.

Masalahnya: Kita Tidak Pernah Benar-Benar Siap

Bencana di Indonesia bukan kejutan. Ini fakta ilmiah. Tapi penyikapannya selalu sama:

Bencana → panik → heboh → janji perbaikan → lupa → bencana lagi.

Seharusnya kita mulai serius membangun sistem mitigasi, bukan hanya reaktif ketika bencana terjadi.

Kalau kita tetap seperti ini, 10 tahun lagi siklusnya akan sama. Padahal kerugian bisa sangat berkurang kalau mitigasi dijalankan dengan benar.