Malut United Buktikan Kualitas, Sikat Dewa United di Pekan Perdana BRI Liga Super League

2025-09-19 | Aji Hardiansah

Malut United kalahkan Dewa United di pekan pertama BRI Liga Super League

Malut United membuka perjalanan mereka di BRI Liga Super League 2025/2026 dengan kemenangan yang memukau. Bertandang ke markas Dewa United yang digadang-gadang sebagai calon juara, Malut United justru pulang membawa tiga poin setelah menang 1-3. Hasil ini tak hanya mengejutkan publik sepak bola Indonesia, tapi juga menjadi pernyataan bahwa mereka siap bersaing di papan atas.

Banyak yang awalnya memprediksi laga ini akan berakhir imbang. Namun, Malut United tampil percaya diri dan mampu menekan sejak awal. Gol-gol mereka memperlihatkan kualitas serangan yang terencana, serta pertahanan yang disiplin menghadapi serbuan Dewa United. Para pendukung pun mulai berani menyebut Malut United sebagai salah satu calon kuda hitam di musim ini.

Suporter Kaget, Liga Masih Panjang

Tak hanya fans Dewa United, bahkan pendukung tim lain seperti Persib Bandung pun ikut terkejut. “Jangankan bobotoh, saya saja kaget melihat hasil ini,” ujar salah satu pengamat. Meski demikian, mereka mengingatkan bahwa liga masih panjang. Semua pihak diminta untuk tetap tenang, menikmati pertandingan, dan tidak terlalu terprovokasi hasil satu laga saja.

Rivalitas di sepak bola memang memancing saling ejek antar-suporter. Namun, ejekan tersebut sebaiknya sebatas candaan sehat, bukan permusuhan. Sepak bola seharusnya menjadi alat pemersatu bangsa, bukan sumber perpecahan. Yang patut diwaspadai justru provokasi yang bisa memicu kerusuhan atau konflik di luar lapangan.

Isu Judi dan Fenomena Pemain Asing

Dalam perbincangan hangat pasca-laga, muncul pula sindiran soal perjudian. Walau ada yang mengaku di Indonesia tidak ada praktik seperti itu, isu ini tetap sensitif di dunia sepak bola. Yang jelas, semua pihak harus memahami bahwa dalam olahraga, menang atau kalah adalah risiko yang harus diterima dengan lapang dada.

Di sisi lain, sorotan tajam mengarah pada maraknya pemain asing di Liga Indonesia. Opsi pemain impor semakin banyak, bahkan untuk klub-klub papan tengah. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan terpinggirkannya pemain lokal, terutama yang masih muda. Sejumlah pihak menilai bahwa kebijakan ini kontradiktif jika tujuan jangka panjangnya adalah membangun tim nasional yang kuat dari talenta dalam negeri.

Absennya Erick Thohir di Pembukaan Liga

Sorotan lain datang dari absennya Ketua Umum PSSI Erick Thohir pada acara pembukaan Liga Indonesia. Meski alasan resmi adalah jadwal di tempat lain, publik tetap berspekulasi. Banyak yang merasa kehadiran sosok penting seperti Erick di momen pembukaan liga akan menunjukkan komitmen PSSI terhadap kompetisi domestik.

Kritikus berpendapat bahwa Erick terlalu fokus pada Timnas Indonesia, terutama proyek lolos Piala Dunia, dibandingkan membenahi liga. Piala Dunia memang penting, namun kompetisi liga yang sehat adalah fondasi utama yang menopang tim nasional. Jika liga dibiarkan “jalan sendiri” tanpa perhatian serius, perkembangan sepak bola nasional akan timpang.

Ketimpangan Liga dan Timnas

Liga Indonesia masih memiliki banyak masalah mendasar: jadwal yang sering berubah, infrastruktur stadion yang belum merata, dan sistem pembinaan pemain muda yang belum optimal. Sementara itu, kebijakan menambah kuota pemain asing dianggap sebagai cara instan untuk meningkatkan kualitas tontonan, namun tanpa disertai rencana jangka panjang yang jelas.

Idealnya, kuota pemain asing ditambah setelah pemain lokal sudah berkembang dan memiliki daya saing tinggi. Jika dilakukan sekarang, risiko terbesarnya adalah pemain muda kehilangan menit bermain, yang pada akhirnya menghambat perkembangan mereka. Liga seharusnya menjadi ajang unjuk gigi pemain lokal, bukan sekadar panggung bagi bintang impor.

Fokus pada Pengembangan Pemain Lokal

PSSI sejatinya adalah “Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia”, yang berarti prioritas pembinaan harus dimulai dari dalam negeri. Pemain lokal butuh kesempatan, fasilitas, dan kompetisi yang berkualitas. Selama ini, banyak talenta muda yang tersingkir karena minimnya akses ke akademi atau karena proses seleksi yang tidak transparan.

Jika pemain muda terus terpinggirkan, jangan berharap tim nasional akan menuai hasil maksimal. Apalagi jika fokus hanya pada pencitraan atau keuntungan ekonomi semata. Sepak bola bukan sekadar hiburan, tapi juga wadah untuk mencetak generasi baru yang membanggakan Indonesia.

Pesan untuk PSSI dan Klub

Publik berharap PSSI dan klub tidak hanya memikirkan headline media atau popularitas sesaat. Liga yang kompetitif, adil, dan memberi ruang bagi talenta lokal akan memberi dampak jangka panjang yang jauh lebih berharga. Jangan sampai BRI Liga 1 hanya menjadi ajang keuntungan bagi segelintir pihak, sementara para pemain muda Indonesia tidak mendapatkan manfaatnya.

“Sepak bola Indonesia bisa maju jika pembangunan dimulai dari sistem yang adil dan berkelanjutan — bukan sekadar pencitraan atau proyek politik.”